Penyesalan Pilot AS Setelah Jatuhkan Bom Atom di Jepang

Menyesal. Tersebut ungkapan perasaan Robert Lewis. Dia yaitu pilot pesawat Enola Gay yang menjatuhkan bom atom ke Kota Hiroshima, Jepang, pada Agustus 1945.

Lewis, sebagai satu dari 12 orang didalam pesawat pengebom itu, terasa sangatlah menyesal. Walau bom itu dapat mengakhiri Perang Dunia II, tetapi dipikirannya senantiasa terbayang korban yang bergelimpangan disebabkan bom itu.

“Berapa banyak rakyat Jepang yang sudah kami bunuh, ” catat Lewis dalam surat yang ditujukan pada Bapak serta Ibunya, seperti diambil Dream dari News. com. au, Sabtu 2 Mei 2015.

Bom atom yang dijatuhkan oleh tentara AS ke Hiroshima memanglah beresiko luar umum. Kota itu luluh lantak. Diprediksikan seputar 140. 000 manusia tewas. “Tuhanku, apa yang sudah kami kerjakan, ” lebih Lewis.

Salinan surat Lewis itu dilelang pada Kamis tempo hari. Surat salinan itu laris US$ 50 ribu atau seputar Rp 647 juta. Sesaat surat aslinya sudah laris pada 2002 silam dengan harga delapan kali lipat.

Penyesalan Pilot AS Sesudah Jatuhkan Bom Atom di Jepang

Pada 6 Agustus 1945, pesawat Enola Gay yang dipiloti Lewis terbang dari North Field yang berjarak seputar 6 jam penerbangan dari Jepang. Pesawat itu hingga di langit Jepang jam delapan pagi saat setempat serta lalu menjatuhkan bom atom yang di kenal dengan nama “Little Boy”.

Penyesalan Pilot AS Sesudah Jatuhkan Bom Atom di Jepang

Cuma perlu saat 43 detik untuk “Little Boy” untuk hingga ke tanah Jepang sesudah dijatuhkan dari ketinggian 30 ribu kaki atau seputar 9. 144 mtr.. Bom itu lalu meledak. Ruang seluas 10 km. persegi luluh lantak.

Sejumlah 80 ribu manusia, atau seputar 30 % populasi Hiroshima saat itu, tewas saat itu juga. Sesaat 60 ribu yang lain tewas di th. selanjutnya disebabkan radiasi yang ditinggalkan bom itu.

Penyesalan Pilot AS Sesudah Jatuhkan Bom Atom di Jepang

Dalam surat itu, Lewis memberi beberapa catatan. Menurutnya, bom atom yang dijatuhkan itu adalah berhasil besar. Dalam surat itu juga dia menulis pengalaman menjatuhkan bom itu tidak pernah dihadapi oleh orang lain terkecuali kru operasi itu. Walau sekian, penyesalannya tidak pernah pupus.

“Jika saya hidup seratus th., saya tak pernah dapat melupakan momen itu, walaupun sebagian menit, dari pikiran saya, ” catat Lewis.
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar