BAGI PARA SUAMI DAN PARA ISTRI BACA HINGGA TUNTAS!!!! KALAU BERANI

“Assalaamu’alaikum…! ” Ucapnya lirih waktu masuk rumah.

Tidak ada orang yang menjawab salamnya. Ia paham istri serta anak-anaknya pasti telah tidur. Agar malaikat yang menjawab salamku, ” demikian pikirnya.



Melalui ruangan tamu yang temaram, dia menuju ruangan kerjanya. Ditempatkannya tas, hp serta kunci-kunci di meja kerja.

Kemudian, barulah ia menuju kamar mandi untuk bersihkan diri serta bertukar baju.

Selama ini, tak ada satu orang juga anggota keluarga yang terbangun. Rupanya seluruhnya tertidur nyenyak.

Selekasnya ia beranjak menuju kamar tidur. Pelan-pelan dibukanya pintu kamar, ia tidak mau mengganggu tidur istrinya.

Benar saja istrinya tak terbangun, tak mengerti kemunculannya.

Lalu Amin duduk di tepi tempat tidur. Dipandanginya dalam-dalam muka Aminah, istrinya.

Amin selekasnya teringat pengucapan almarhum kakeknya, dahulu saat sebelum dia menikah.

Kakeknya menyampaikan, bila anda telah menikah kelak, janganlah mengharapkan anda mempunyai istri yang sama persis dengan maumu. Lantaran anda juga berbeda persis dengan maunya.

Janganlah juga mengharapkan memiliki istri yang mempunyai ciri-ciri sama dengan dirimu. Lantaran suami istri yaitu dua orang yang tidak sama. Bukanlah untuk disamakan namun untuk sama-sama melengkapi.

Bila satu waktu ada yg tidak sudi di hatimu, atau anda terasa kesal, geram, serta perasaan tak enak yang lain, jadi lihatlah saat istrimu tidur....

“Kenapa Kek, kok saat dia tidur? ” bertanya Amin saat itu.

“Nanti anda bakal tahu sendiri, ” jawab kakeknya singkat.

Saat itu, Amin tak seutuhnya mengerti maksud kakeknya, namun ia tak ajukan pertanyaan selanjutnya, lantaran kakeknya telah mengisyaratkan untuk membuktikannya sendiri.

Malam ini, ia baru mulai mengertinya. Malam ini, ia memandang muka istrinya lekat-lekat. Makin lama dipandangi muka istrinya, makin membuncah perasaan di dadanya. Muka polos istrinya waktu tidur betul-betul membuatnya terkesima. Raut muka tanpa ada polesan, tanpa ada ekspresi, tanpa ada kepura-puraan, tanpa ada dibuat-buat. Pancaran tulus dari kalbu.

Memandanginya menyeruakkan beragam jenis perasaan. Ada rasa sayang, cinta, kasihan, haru, penuh berharap serta tak tahu perasaan apa lagi yg tidak dapat ia deskripsikan dengan kalimat.

Dalam batin, dia bergumam,
“Wahai istriku, engkau dahulu seseorang gadis yang leluasa melakukan aktivitas, beberapa hal yang dapat kau perbuat dengan kemampuanmu. Saya yang menjadikanmu seseorang istri. Memberikan keharusan yg tidak sedikit. Memberikanmu banyak batasan, mengaturmu dengan adanya banyak ketentuan.

Serta saya juga yang menjadikanmu seseorang ibu. Menimpakan tanggung jawab yg tidak enteng. Mengambil nyaris seluruhnya waktumu buat aku serta anak-anakku.

Wahai istriku, engkau yang dahulu dapat melenggang dimanapun tanpa ada beban, saya yang memberi beban di tanganmu, dipundakmu, untuk mengatur keperluanku, manfaat menjaga anak-anakku, juga pelihara rumahku.

Kau relakan saat serta tenagamu melayaniku serta mempersiapkan keperluanku. Kau ikhlaskan rahimmu untuk memiliki kandungan anak-anakku, kau tanggalkan semua atributmu untuk jadi pengasuh anak-anakku, kau buang egomu untuk menaatiku, kau campakkan perasaanmu untuk mematuhiku.

Wahai istriku, di saat sulit, kau setia mendampingiku. Saat susah, kau tegar di sampingku. Waktu sedih, kau pelipur laraku. Dalam lesu, kau penyemangat jiwaku. Apabila gundah, kau penyejuk hatiku. Saat bimbang, kau penguat tekadku. Bila lupa, kau yang mengingatkanku. Saat salah, kau yang menasehatiku.

Wahai istriku, sudah demikian lama engkau mendampingiku, kehadiranmu membuatku jadi prima juga sebagai laki-laki.

Lantas, atas basic apa saya mesti kecewa padamu?
Dengan argumen apa saya butuh geram padamu?
Misal kau mempunyai kekeliruan atau kekurangan, seluruhnya itu kurang bagiku untuk membuat kamu menitikkan airmata.

Akulah yang perlu menuntunmu. Saya yaitu imammu, bila kau lakukan kekeliruan, akulah yang perlu dipersalahkan lantaran tak dapat mengarahkanmu. Bila ada kekurangan pada dirimu, itu tidaklah hal yang butuh jadikan permasalahan. Lantaran kau insan, bukanlah malaikat.

Maafkan saya istriku, kaupun bakal kumaafkan bila mempunyai kekeliruan. Mari kita berbarengan untuk membawa bahtera rumah tangga ini sampai berlabuh di pantai nan indah, dengan hamparan keridhoan Allah azza wa jalla.

Semua puji cuma untuk Allah azza wa jalla yang sudah memberikanmu juga sebagai jodohku. ”

Tanpa ada merasa air mata Amin menetes deras di ke-2 pipinya. Dadanya merasa sesak menahan isak tangis.

Selekasnya ia berbaring di segi istrinya pelan-pelan. Selang beberapa saat ia juga terlelap.

***

Jam dinding di ruangan tengah berdentang 2 x.

Aminah, istri Amin, terperanjat
“Astaghfirullaah, telah jam dua? ”

Dilihatnya sang suami sudah nyenyak di sebelahnya. Pelan-pelan ia duduk, sembari memandangi muka sang suami yang terlihat kelelahan.

“Kasihan suamiku, saya tidak paham kehadirannya. Hari ini saya betul-betul lelah, hingga tidak mendengar apa-apa. Telah makan apa belum ya dia? ” gumamnya dalam hati.

Ingin dibangunkan tidak tega, pada akhirnya hanya dipandangi saja. Makin lama dilihat, makin merasa getar di dadanya. Perasaan yang campur aduk, tidak dapat disibakkan dengan kalimat, cuma hatinya yang bicara.

“Wahai suamiku, saya sudah memilihmu untuk jadi imamku. Saya sudah meyakini bahwa engkaulah yang paling baik untuk jadi ayah dari anak-anakku. Demikian besar harapan kusandarkan padamu. Demikian banyak tanggungjawab kupikulkan di pundakmu.

“Wahai suamiku, saat saya sendiri kau datang menghampiriku. Waktu saya lemah, kau ulurkan tanganmu membimbingku. Dalam duka, kau siapkan dadamu untuk merengkuhku. Dengan semua kemampuanmu, kau senantiasa mau melindungiku.

“Wahai suamiku, tak kenal capek kau berupaya membahagiakanku. Tak kenal saat kau selesaikan tugasmu. Susah serta beratnya mencari nafkah yang halal tak menyurutkan langkahmu. Bahkan juga kerap kau lupa memerhatikan dirimu sendiri, untuk saya serta anak-anak.

“Lalu, atas basic apa saya tak berterimakasih padamu, dengan argumen apa saya tak berbakti padamu? Seberapapun materi yang kau berikanlah, itu hasil perjuanganmu, buah dari jihadmu.

Bila kau belum sepandai da’i dalam menasehatiku, namun kesungguhanmu beramal shaleh membanggakanku.
Tekadmu untuk mengajakku serta anak-anak istiqomah di jalan Allah azza wa jalla dan membahagiakanku.

“Maafkan saya wahai suamiku, akupun bakal memaafkan kekeliruanmu.

Alhamdulillah, semua puji cuma punya Allah azza wa jalla yang sudah mengirimmu jadi imamku. Saya bakal patuh padamu untuk mentaati Allah azza wa jalla. Saya bakal taat kepadamu untuk menjemput ridho-Nya.. ”

Rabbana hablana min azwajina wa dzurriyatina qurrota'ayun waj'alna lil muttaqina imamma disingkat oleh WhatsApp
Di copy-paste dari group WA Mu'amalah Syar'iyyah dengan sedikit pergantian
Sumber : Gus Zimam Hanif III‎
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar