Subhanallah,Tukang Becak Sumbang Rp 500 Juta untuk Anak Miskin

Namanya BAI FANG LI, orang miskin yang pekerjaannya yaitu tukang becak. Semua hidupnya di habiskan diatas sadel becaknya, mengayuh serta mengayuh untuk berikan jasanya pada orang yang naik becaknya. Mengantarkan kemana sajakah pelanggannya menginginkannya, dengan imbalan duit sekedarnya.

Badannya tidaklah perkasa. Perawakannya jadi termasuk kecil untuk ukuran becaknya atau beberapa orang yang memakai jasanya. Namun semangatnya luar umum untuk bekerja. Mulai jam enam pagi sesudah lakukan rutinitasnya untuk bersekutu dengan Tuhan. Bai Fang Li melalang di jalanan, diatas becaknya untuk mengantar beberapa pelanggannya. Serta ia bakal mengakhiri usaha kerasnya sesudah jam delapan malam.

Beberapa pelanggannya sangatlah suka pada Bai Fang Li, lantaran ia pribadi yang ramah serta senyum tidak pernah lekang dari berwajah. Serta ia tidak pernah membanderol berapakah orang mesti membayar jasanya. Tetapi lantaran kebaikan hatinya itu, beberapa orang yang memakai jasanya membayar lebih. Mungkin saja lantaran tak tega, lihat bagaimanakah badan yang kecil jadi termasuk ringkih itu dengan nafas yang ngos-ngosan (terlebih bila jalanan mulai menanjak) serta keringat bercucuran berupaya mengayuh becak tuanya.

Bai Fang Li tinggal disebuah gubuk reot yang hampir telah ingin roboh, di daerah yang termasuk kumuh, berbarengan dengan adanya banyak tukang becak, beberapa penjual asongan serta pemulung yang lain. Gubuk itupun bukanlah kepunyaannya, lantaran ia menyewanya dengan cara harian. Perlengkapan di gubuk itu sangatlah simpel. Cuma ada suatu tikar tua yang sudah robek-robek dipojok-pojoknya, tempat di mana ia umum merebahkan badan penatnya sesudah selama seharian mengayuh becak.

Gubuk itu cuma adalah satu ruangan kecil di mana Bai Fang Li umum merebahkan badannya beristirahat, di ruangan itu juga ia terima tamu yang perlu bantuannya, di ruangan itu juga ada suatu kotak dari kardus yang diisi sebagian pakaian tua kepunyaannya serta suatu selimut tidak tebal tua yang sudah bertambal-tambal. Ada suatu piring seng comel yang mungkin saja diambilnya dari tempat sampah di mana umum ia makan, ada suatu tempat minum dari kaleng. Di sudut ruang bergantung suatu lampu templok minyak tanah, lampu yang umum dinyalakan untuk menerangi kegelapan di gubuk tua itu apabila malam sudah mendekati.

Bai Fang Li tinggal sendirian di gubuknya. Serta orang cuma tahu bahwa ia seseorang pendatang. Tidak ada yang tahu apakah ia memiliki sanak saudara sedarah. Namun kelihatannya ia tidak pernah terasa sendirian, beberapa orang yang sukai padanya, lantaran sifatnya yang murah hati serta sukai membantu. Tangannya sangatlah enteng membantu orang yang memerlukan bantuannya, serta itu dikerjakannya dengan sukacita tanpa ada menginginkan pujian atau balasan.

Dari pendapatan yang diperolehnya sepanjang sepanjang hari mengayuh becaknya, sesungguhnya ia dapat untuk memperoleh makanan serta minuman yang layak untuk dianya serta beli baju yang cukup bagus untuk menukar pakaian tuanya yang cuma sepasang serta sepatu bututnya yang telah tidak layak digunakan lantaran sudah robek. Tetapi dia tak mengerjakannya, lantaran seluruhnya duit hasil pendapatannya disumbangkannya pada suatu Yayasan simpel yang umum mengaturi serta menyantuni seputar 300 anak-anak yatim piatu miskin di Tianjin. Yayasan yang juga mendidik anak-anak yatim piatu lewat sekolah yang ada.

Hatinya sangatlah tersentuh saat satu saat ia baru beristirahat sesudah mengantar seseorang pelanggannya. Ia melihat seseorang anak lelaki kurus berumur seputar 6 th. yang yang tengah tawarkan layanan untuk mengangkat barang seseorang ibu yang baru belanja. Badan kecil itu terlihat sempoyongan mengendong beban berat di pundaknya, tetapi selalu dengan semangat lakukan tugasnya. Serta dengan keceriaan yang sangatlah terang terpancar di mukanya, ia menyongsong gaji sebagian duit recehan yang didapatkan oleh ibu itu, serta dengan muka menengadah ke langit bocah itu berguman, mungkin saja ia mengatakan sukur pada Tuhan untuk rejeki yang diperolehnya hari itu.

Sekian kali ia cermati anak lelaki kecil itu membantu ibu-ibu yang belanja, serta terima gaji duit recehan. Lalu ia saksikan anak itu beranjak ke tempat sampah, mengais-ngais sampah, serta saat temukan sepotong roti kecil yang kotor, ia bersihkan kotoran itu, serta memasukkan roti itu ke mulutnya, menikmatinya dengan nikmat seakan itu makanan dari surga.

Hati Bai Fang Li tercekat lihat itu, ia hampiri anak lelaki itu, serta sharing makanannya dengan anak lelaki itu. Ia heran, kenapa anak itu tidak beli makanan untuk dianya, walau sebenarnya duit yang diperolehnya cukup banyak, serta tidak bakal habis apabila cuma untuk sebatas beli makanan simpel.

“Uang yang saya bisa untuk makan adik-adik saya…., ” jawab anak itu.

“Orang tuamu dimana…? ” bertanya Bai Fang Li.

“Saya tak tahu…., bapak ibu saya pemulung…. Namun mulai sejak satu bulan lantas sesudah mereka pergi memulung, mereka tak pernah pulang lagi. Saya mesti bekerja untuk mencari makan buat saya serta dua adik saya yang masih tetap kecil…, ” sahut anak itu.


Bai Fang Li minta anak itu mengantarnya lihat ke dua adik anak lelaki bernama Wang Ming itu. Hati Bai Fang Li makin merintih lihat ke-2 adik Wang Fing, dua anak wanita kurus berusia 5 th. serta 4 th.. Ke-2 anak wanita itu terlihat menyedihkan sekali, kurus, kotor dengan baju yang compang camping.

Bai Fang Li tak menyalahkan bila tetangga ketiga anak itu tak terlampau peduli dengan kondisi serta situasi ketiga anak kecil yg tidak berdaya itu, lantaran memanglah mereka juga terbelit dalam kemiskinan yang sangatlah kronis, jangankan untuk mengatur orang lain, mengatur diri mereka sendiri serta keluarga mereka saja mereka kesusahan.

Bai Fang Li lalu membawa ke tiga anak itu ke Yayasan yang umum menyimpan anak yatim piatu miskin di Tianjin. Pada pengurus yayasan itu Bai Fang Li menyampaikan bahwa ia sehari-hari bakal mengantarkan seluruhnya pendapatannya untuk menolong anak-anak miskin itu supaya mereka memperoleh makanan serta minuman yang layak serta memperoleh perawatan serta pendidikan yang layak.

Mulai sejak waktu tersebut Bai Fang Li menggunakan waktunya dengan mengayuh becaknya mulai jam 6 pagi hingga jam 8 malam dengan penuh semangat untuk memperoleh duit. Serta semua duit pendapatannya sesudah dipotong sewa gubuknya serta beli dua potong kue kismis untuk makan siangnya serta sepotong kecil daging serta sebutir telur untuk makan malamnya, semuanya ia sumbangkan ke Yayasan yatim piatu itu. Untuk sahabat-sahabat kecilnya yang kekurangan.

Ia terasa sangatlah bahagia sekali lakukan seluruhnya itu, ditengah kesederhanaan serta terbatasnya dianya. Adalah kemewahan luar umum apabila ia mujur memperoleh baju rombeng yang masih tetap cukup layak untuk dikenakan ditempat pembuangan sampah. Cuma butuh menjahit sedikit yang tergoyak dengan kain yang tidak sama warna. Mhmm… namun masih tetap cukup bagus… gumamnya suka.

Bai Fang Li mengayuh becak tuanya sepanjang 365 hari satu tahun, tanpa ada peduli dengan cuaca yang silih bertukar, di dalam badai salju turun yang membekukan badannya atau dalam panas matahari yang sangatlah menyengat membakar badan kurusnya.

“Tidak apa-apa saya menanggung derita, yang utama biarlah anak-anak yang miskin itu bisa makanan yang layak serta bisa bersekolah. Serta saya bahagia lakukan seluruhnya ini…, ” tuturnya apabila beberapa orang bertanya kenapa ia ingin berkorban sekian besar untuk orang lain tanpa ada peduli dengan dianya.

Hari untuk hari, bln. untuk bln. serta th. untuk th., hingga nyaris 20 th. Bai Fang Li menggenjot becaknya untuk beroleh duit untuk menaikkan donasinya pada yayasan yatim piatu di Tianjin itu. Waktu berumur 90 th., dia mengantarkan tabungan terakhirnya sebesar RMB 500 (seputar 650 ribu rupiah) yang disimpannya dengan rapi dalam satu kotak serta menyerahkannnya ke sekolah Yao Hua.

Bai Fang Li berkata “Saya telah tidak bisa mengayuh becak lagi. Saya tidak bisa menyumbang lagi. Ini mungkin saja duit paling akhir yang bisa saya sumbangkan…., ” tuturnya dengan sendu.

Seluruhnya guru di sekolah itu menangis….

Bai Fang Li meninggal dunia pada umur 93 th., ia wafat dalam kemiskinan. Sekalipun demikian, dia sudah menyumbangkan disepanjang hidupnya duit sebesar RMB 350. 000 (kurs 1300, setara 455 juta rupiah, bila tak salah) yang dia berikanlah pada Yayasan yatim piatu serta sekolah-sekolah di Tianjin untuk membantu lebih kurang 300 anak-anak miskin.

Photo paling akhir yang orang mempunyai tentang dianya yaitu suatu photo dianya yang bertuliskan ”Sebuah Cinta yang istimewa untuk seorang yang luar biasa”.
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar