Kisah pasukan elit TNI ancam ledakkan tentara Australia pakai granat

Pemerintah Australia meneror memboikot pariwisata Indonesia dikarenakan dua warganya bakal dihukum mati. Jalinan Indonesia serta Australia memanglah naik turun.

Ada narasi menarik waktu Timor Timur akan terlepas dari Indonesia. Waktu itu PBB kirim The International Force for East Timor (INTERFET). Dari 11. 000 anggota pasukan, Australia memimpin serta kirim 5. 500 personel. Pasukan ini tak menyebabkan simpati lantaran sikap yang arogan.

Pasukan yang di pimpin Mayjen Peter Cosgrove datang dengan Kapal perang NRP Vasco Da Gama, HMS Glasgow, USS Belleau serta USS Mobile Bay. Pasukan Australia juga mempersiapkan sebagian pesawat tempur serta pesawat pembom di propinsi ke-27 RI itu. Pasukan Interfet kerap bergesekan dengan TNI lantaran sikap mereka yang arogan.

Pasukan Paskhas TNI AU yang waktu itu di pimpin Kapten Eka Bagus Laksana jadi pasukan paling akhir TNI yang tersisa di Timtim sesudah PBB serta negara-negara barat mensupport kemerdekaan Timtim. Waktu itu situasi Timtim belum seutuhnya terlepas dari Indonesia, karenanya pasukan Paskhas ada untuk mengamankan sebagian aset negara serta Aset TNI AU.

Cerita ditulis dalam buku biografi Marsma (purn) Nanok Soeratno, Cerita Sejati Prajurit Paskhas yang diterbitkan Majalah Angkasa th. 2013.

Kehadiran Pasukan Interfet menyebabkan problematika sendiri untuk Detasemen Paskhas. Pasukan Interfet keluarkan ketentuan bakal menembak siapa saja yang membawa senjata dengan jati diri tak terang.

Peristiwa ini nyaris saja menerpa salah satu Personel Paskhas yang akan buang air. Dia cuma kenakan kaos serta membawa senjata. Waktu bakal kembali pada Markas dia dikejar oleh personel Interfet dengan senjata komplit. Untung peristiwa ini tak hingga menyebabkan letusan senjata.

Momen yang lain yang berlangsung waktu kehadiran Mayjen Cosgrove. Bandara Komoro di-jammed oleh Interfet sampai bikin komunikasi terputus sekalipun. Pasukan Interfet punya maksud kuasai sendiri bandara, tetapi langkahnya tak etis dengan memacetkan jalur komunikasi.

Yang paling bikin pasukan Paskhas berang yaitu waktu insiden kehadiran Pangkoopsau II Marsda Ian Santoso untuk bersua Jendral Interfet di ruangan tunggulah VIP bandara. Waktu Itu Panglima yang turun dari pesawat Hercules memperoleh ancaman dari pasukan Interfet. Pasukan Ini mengarahkan senjata ke depan Marsda Ian.

Sontak tindakan kurang ajar ini bikin personel Paskhas geram. Kapten Eka serta 15 anak buahnya berteriak sembari menahan emosi.

 " Hei ini Jenderal saya, Panglima saya, keamanan disini tanggung jawab saya, " teriak Kapten Eka.

Keadaan sangatlah tegang. Pasukan Paskhas serta Interfet sama-sama todong-todongan senjata. Waktu itu siapa juga dapat terlepas kendali lantas melepas tembakan. Terlebih tiap-tiap Personel yang mengawal Marsda Ian mengantongi dua hingga lima granat.

 " Panggil panglima anda kesini, " bentak Kapten Eka pada pasukan Interfet.

Walaupun siap tempur, Kapten Eka mewanti-wanti tiap-tiap personel bahwa jangan sempat ada tembakan saat sebelum ada komando darinya. " Letusan pertama pada saya, " tegasnya.

Gagasan Pengamanan Pangkoopsau ini terbilang menegangkan, Paskhas kalah jumlah personel, serta mereka setuju jadikan granat juga sebagai senjata mematikan bila berlangsung kontak senjata. Pasukan Paskhas siap bertempur habis-habisan.

Saat-saat menegangkan di Timtim demikian membekas untuk Marsda Ian serta kapten Eka. Masa lalu yg tidak dapat dilupakan, mereka mesti bertemu dengan pasukan Interfet walaupun kalah jumlah.
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

3 komentar: