Berkali-kali Revisi Aturan, Manajemen Pemerintahan Jokowi Dinilai Amburadul

Sekretaris Fraksi Golkar di DPR Bambang Soesatyo menyampaikan, timbulnya perintah revisi atas Ketentuan Pemerintah perihal Jaminan Hari Tua (JHT) tunjukkan manajemen pemerintahan Presiden Joko Widodo jalan kurang baik. Pasalnya, bukanlah kesempatan ini saja Presiden Jokowi memerintahkan jajarannya untuk membuat revisi ketentuan.

 " Masalah revisi ini menunjukkan bahwa manajemen pemerintahan Presiden Jokowi serta kantor kepresidenannya sendiri masih tetap amburadul, " kata Bambang dalam keterangannya, Sabtu (4/7/2015).

Menurutnya, masalah revisi seperti itu bisa diantisipasi jika menteri di deretan Kabinet Kerja dengarkan masukan dari orang-orang bawah, terlebih kelompok buruh. Diluar itu, ketentuan itu juga tak perlu jadi masalah jika deretan ring satu Istana Kepresidenan bersedia mempelajari terlebih dulu tiap-tiap usulan ketentuan yang disodorkan menteri.

 " Mensekab serta Mensesneg semestinya tak sembarangan dalam menyodorkan dokumen apapun yang membutuhkan tandatangan Presiden. Keduanya atau salah satu dari keduanya harus memperlajari muatan dokumen itu saat sebelum dibawa ke meja Presiden untuk di tandatangani, " katanya.

Pada awal mulanya, Presiden memerintahkan membuat revisi Ketentuan Pemerintah Nomer 46 Th. 2015 masalah program Jaminan Hari Tua. Revisi itu dikerjakan sesudah kelompok pekerja protes PP itu.

Memprotes itu berkenaan ketetapan pencairan dana JHT, terutama untuk pekerja peserta JHT yang terkena pemutusan jalinan kerja (PHK) atau berhenti bekerja. (baca : Diprotes, Pemerintah Pada akhirnya Revisi Ketentuan masalah Jaminan Hari Tua)

Revisi PP cuma menyangkut ketetapan pencairan JHT untuk pekerja peserta JHT yang terserang PHK atau berhenti bekerja saat sebelum 1 Juli 2015. Dengan hal tersebut, pencairan JHT untuk pekerja yang terserang PHK atau berhenti bekerja tak perlu menanti kepesertaan JHT sepanjang 10 th..

Presiden sempat juga membatalkan Ketentuan Presiden Nomer 39 th. 2015 perihal Pemberian Sarana Duit Muka untuk Petinggi Negara untuk Pembelian Kendaraan Perseorangan. Presiden berasumsi ketentuan presiden (perpres) itu tak pas diberlakukan sekarang ini. (baca : Mensesneg : Presiden Jokowi Cabut Perpres Duit Muka Mobil Petinggi)

Presiden berasumsi tak ada permasalahan dengan cara substansial pada perpres itu lantaran pemberian pertolongan duit muka mobil telah dikerjakan pada periode pada awal mulanya. Tetapi, momentum penerbitan perpres itu dikira tak pas.

Tidak cuma itu. Perpres No 165/2014 perihal Pengaturan Pekerjaan serta Manfaat Kabinet Kerja, juga dicabut lewat penerbitan beberapa perpres yang mengatur masing-masing kementerian. (baca : Di Balik Revisi serta Pencabutan Perpres Jokowi)

Perpres No 190/2014 perihal Unit Staf Kepresidenan yang diterbitkan 31 Desember 2014 juga " punya masalah ". Kurang dari dua bln. sesudah diterbitkan, Presiden Jokowi membuat revisi instansi baru itu dengan menerbitkan Perpres No 26/2015 perihal Kantor Staf Presiden, 24 Februari 2015. Terkecuali merubah namanya, Presiden juga memperluas kewenangan instansi.

Perpres lain yang " punya masalah " yaitu Perpres No 6/2015 perihal Tubuh Ekonomi Kreatif yang diterbitkan 20 Januari 2015 atau pas tiga bln. umur pemerintahan Jokowi. Tiga bln. lalu, tubuh yang dijagokan juga sebagai terobosan untuk tingkatkan industri kreatif itu nyatanya belum dapat merekrut pegawai atau mencairkan biaya negara untuk mendanai programnya.

Hal semacam ini lantaran instansi itu belum ada kejelasan status juga sebagai instansi pemerintah non-kementerian. Pemerintah saat ini tengah mempersiapkan revisi atas perpres itu.
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar