Sebenarnya Presiden Jokowi Orang Nomor Berapa di Indonesia?

Isu perombakan kabinet akhir-akhir ini jadi tricky business yang butuh diamati oleh Presiden Joko Widodo. Isu yang menghebohkan ini hanya memuaskan libido kekuasaan beberapa kelompok the ruling elite. Demikian sebaliknya, rakyat di akar rumput tidak perduli.

Mulai sejak dipilih juga sebagai presiden, Jokowi, berniat atau tak, sudah hadapi kerumitan tarik-menarik demikian banyak kelompok yang mempunyai urusan meletakkan orang-orangnya juga sebagai menteri. Jadi, pembentukan Kabinet Kerja hanya kompromi politik yang kurang berarti untuk meraih Nawacita-Trisakti.

Jokowi pasti mau bikin suka kebanyakan orang yang mempunyai urusan dengan kompromi politik itu. Tetapi, selanjutnya, beberapa orang yang mempunyai urusan itu malah jadi kurang suka dengan komposisi Kabinet Kerja.

Serta, ironinya, mungkin saja orang itu-itu juga yang saat ini menuntut perombakan kabinet dengan beragam dalih yang layak dipertanyakan kesahihannya. Dengan cara karikaturis, banyak yang melihat seseorang presiden yang mau bekerja tulus direcoki oleh beberapa orang di sekitarnya.

Mungkin saja baru kesempatan ini seseorang presiden hadapi dilema perombakan kabinet dalam histori negeri ini yang telah melihat nyaris 50 kali terbentuknya kabinet mulai sejak Proklamasi. Tetapi, dilema itu berlangsung waktu kita menginginkan terbentuknya system presidensial yang makin kuat.

Saat Presiden Soekarno mengawali system presidensial yang kuat juga sebagai ralat pada demokrasi parlementer yang di ramaikan oleh " kabinet jatuh-bangun ", perombakan kabinet bak pekerjaan membalikkan telapak tangan. Bung Karno perlu 20 menit di lorong Istana Bogor berkonsultasi dengan Menpangad Letjen Ahmad Yani untuk ganti dua menteri.

Presiden Soeharto menguatkan system presidensial lewat serial Kabinet Pembangunan yang mensupport perkembangan ekonomi, kestabilan politik, serta pemerataan. Waktu awal Orde Baru, Pak Harto masih tetap menjatahi tokoh-tokoh partai non-Golkar duduk di kabinet.

Jokowi pasti terus mau menguatkan system presidensial itu. Ia mau coba resep serial kabinet " kerja " yang pertama kalinya dibuat Bung Karno, Juli 1959, yang seluruhnya menterinya dari kelompok berdiri sendiri nonpartai.

Nyatanya cukup banyak politisi dari Koalisi Indonesia Hebat yang bertengger di Kabinet Kerja pimpinan Jokowi. Untungnya terdapat banyak birokrat serta akademisi yang bisa digolongkan juga sebagai beberapa orang berdiri sendiri.

Presiden Soeharto, Sabtu (1/5/1993), mengadakan pertemuan dengan delapan menteri Kabinet Pembangunan VI serta Asisten Spesial Mensesneg di Bina Graha, Jakarta. Mereka yang ikuti pertemuan (searah jarum jam) yaitu Menkeu Mar'ie Muhammad, Men-UP/Kabulog Ibrahim Hasan, Menperdag Satrio B Yoedono, Menkop/PPK Subiakto Tjakrawerdaya, Asisten Spesial Mensesneg Sunarto, Mensekab Saadillah Mursjid, Mentan Sjarifudin Baharsjah, Menhub Haryanto Dhanutirto, dan Mensesneg Moerdiono.
KOMPAS/JB SURATNO
Presiden Soekarno menginformasikan personalia
IPPHOS
Saat kampanye serta sesudah dipilih juga sebagai presiden, Jokowi juga berulang-kali berjanji bakal membuat kabinet " profesional " serta " ramping ". Pada akhirnya, pengertian profesionalisme jadi kabur, terlebih sesudah Wakil Presiden Juiceuf Kalla menyebutkan ada pula " politisi yang profesional ".

Mimpi membuat kabinet yang ramping juga tidak berhasil. Apa lacur, gagasan membuat kabinet yang cuma terdiri atas seputar 20 menteri juga tidak berhasil.

Alhasil, belum satu juga janji dari tiga predikat kabinet (kerja, profesional, serta ramping) yang tercukupi. Tetapi, beberapa besar umum nampaknya mafhum janji itu tidak dapat dipenuhi Jokowi disebabkan desakan banyak pihak dalam pembentukan kabinet, September-Oktober lantas.

Satu lagi janji Jokowi dalam hal kabinet adalah baru bakal merombaknya, bila perlu, sesudah setahun bekerja. " Pokoknya setiap menteri bakal saya beri tujuan. Menteri-menteri yang tidak berhasil penuhi tujuan dalam satu tahun bakal saya ubah, " tutur Jokowi waktu hari pencoblosan pemilu legislatif, 9 April 2014.

Mulai sejak tanggal itu, Jokowi berulang-kali menyatakan gagasan perubahan berkala tiap-tiap setahun. Sesungguhnya ini periode perubahan yang logis serta bagus untuk menilainya kemampuan seorang. Ini seperti kenaikan kelas murid SD hingga SMA yang juga dikerjakan per th..

Janji kampanye Jokowi membuat kabinet kerja, profesional, serta ramping telah meleset. Saat ini, janji kabinet bakal dirombak sesudah pelajari sesudah setahun terancam meleset juga.

Bila perombakan dikerjakan seputar akhir Juli, umur kabinet baru genap sembilan bln.. Hasil pelajari setiap menteri, jelek atau baik, butuh digantikan atau tak, mungkin saja belum selengkap seperti yang dikehendaki Jokowi.

Demikian Jokowi menginformasikan perombakan kabinet lewat siaran segera televisi-televisi nasional serta lokal, tersajikanlah drama menegangkan. Rating tv meroket, portal-portal berita kebanjiran item berita, koran-koran bakal menghidangkan aneka analisa maupun pro serta kontra perombakan.

Sesudah hening sesaat, sebagian minggu lalu, seluruhnya mata kembali melihat Jokowi seseorang juga sebagai penanggung beban. Kita mengerutkan dahi, pikirkan sesungguhnya Jokowi orang nomer berapakah di republik ini, nomer satu, dua, atau bahkan juga nomer tiga?
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar